Dilansir dari kabartimurnews, Kantor Cabang Kejaksaan Negeri (Kcabjari) Geser memburu sejumlah kepala desa di Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT) yang diduga kuat terlibat penyelewengan dana desa dan ADD. Terkait ini, setidaknya 11 Kades dan bendahara dibidik sebagai calon tersangka.

Para kepala desa dan bendahara ini dalam mengelola dana desa dan ADD, terindikasi melakukan penyelewengan anggaran. Modus yang dipakai adalah fiktif dan mark up, sisanya digunakan langsung untuk kepentingan pribadi.

“Ada 9 desa yang kasusnya di tingkat penyidikan, 2 desa siap kita naikkan juga ke penyidikan. Jadi ada 11 kepala desa dan 11 bendahara, totalnya 22 orang siap-siap jadi tersangka,” kata Kacabjari Geser Ruslan Marasabessy kepada Kabar Timur, Rabu, kemarin.11 kepala desa dan 11 bendahara desa, atau total 22 calon tersangka ini berasal dari desa yang berada di Kecamatan Gorom, Geser dan Wakate. “Antara lain, Kilmaur, Madaur, Mising, Waisalang, Air Nanang dan beberapa lainnya. Pokoknya ada 11 Desa,” ungkapnya.

Sejujurnya, beta ini awam tentang dana desa. Ya, sebagai orang yang minim informasi, beta cuma tahu kalau setiap tahun di beta pung desa Suru (Kab.SBT, Maluku) maupun di desa-desa lainnya, mendapat kucuran dana ratusan juta rupiah dari pemerintah pusat yang disalurkan secara bertahap untuk dimanfaatkan bagi kesejahteran warga.

Sebelum lebih jauh, beta mau kasih sedikit saja data umumnya. Sejak pertama kali digulirkan pada tahun 2015 dengan jumlah anggaran sebesar Rp 20,76 triliun—meski angka serapan masih rendah—namun alokasi Dana Desa terus meningkat. Di tahun 2016 menjadi Rp 46,9 triliun, menigkat Rp 60 triliun pada tahun 2017, lalu tahun 2018 ini alokasi dana desa ditetapkan sebesar Rp 60 triliun, dan kabarnya dana desa 2019 akan dinaikkan lagi.

Realisasi anggaran dana desa sebesar Rp 127,2 triliun dalam periode 2015-2017 telah dimanfaatkan. Antara lain untuk pembangunan sekitar 124 ribu kilometer jalan desa, 791 kilometer jembatan, akses air bersih 38,3 ribu unit, dan sekitar 3 ribu unit tambatan perahu. Selain itu, juga pembangunan 18,2 ribu unit PAUD, 5,4 ribu unit Polindes, 6,6 ribu unit pasar desa, 28,8 ribu unit irigasi, 11,6 ribu unit Posyandu, dan sekitar 2 ribu unit embung.

Pertanyaannya, adakah dari sekian banyak realisasi dana desa yang disebutkan di atas, juga dirasakan basudara samua? Kira-kira katong pung kampung juga masuk dalam data yang begitu bagus di atas? Atau malah sebaliknya, masuk dalam data desa-desa yang tidak memaksimalkan dana desa dengan baik. Malahan, kepala desanya terjaring kasus korupsi dana desa itu sendiri.

Beta tambah sedikit pertanyaan lagi, apakah basudara dong pung kampung su tarang? Atau jangan-jangan masih galap karena lampu sabiji di muka jalan pas malam hari saja seng ada. Basudara dong pung desa su punya genset? Ya, minimal bisa dipakai untuk kasih manyala lampu masjid deng putar tarhim magrib. Lalu, adakah alokasi dana desa untuk beasiswa skripsi bapa dorang pung anak yang lagi kuliah smester akhir?

Biar beta seng terkesan banyak tanya, mari katong kembalikan pada beberapa Prioritas Penggunaan Dana Desa menurut Permen No. 16 Tahun 2018 yang tercantum dalam Pasal 4, tiada lain yaitu pembangunan fisik dan SDM desa. Inti dari dana desa itu sebenarnya hanya dua itu saja. Tapi, pada praktiknya, pemerintah desa harus menjalankan empat program utama kementerian:

PertamaMembuat Produk Unggulan Kawasan Perdesaan (Prokades). Sekarang coba lihat di bapak ibu dong pung desa, adakah prokadesnya? Misalkan, kopi kampung, kacang goreng, manisan atau apa? Jangan-jangan selama ini, seng ada satupun produk desa yang mampu dihasilkan. Kalau seng ada, jujur saja e, itu pemerintah desa pamalas karja atau memang seng tahu bagaimana cara membangun desa. Demo dorang!  

KeduaKepala desa diminta mengalokasikan dana Rp 200 juta sampai Rp 500 juta untuk membuat embung air desa. Fungsinya, sebagai sarana menunjang produk tanaman desa. Kalau program ini dirasa kurang sesuai dengan katong pung daerah, tentu saja bisa dialihkan sesuai kebutuhan pertanian yang ada di masing-masing desa. Tapi lagi-lagi beta tanya, bapak ibu sudah rasakan realisasi program ini? Kalau belum, demo dorang!

KetigaMasyarakat desa harus membuat Badan Usaha Milik Desa (Bumdes). Pembentukan Bumdes tersebut lantaran pemerintah berencana membentuk PT Mitra Bumdes Nusantara. Contohnya, seperti di Cirebon (ini di Jawa Barat, wancia Jawa si) akan dibuat PT Mitra Bumdes Cirebon, sahamnya 51 persen saham nasional, 49 persen dari desa. Nanti semua subsidi pemerintah akan disalurkan lewat mitra Bumdes.

Pertanyaannya, di bapak ibu pung kampung, sudah dibuatkan Bumdes ka balong? Jangan sampai, kepala desa atau siapapun pejabat itu, katong biasakan mereka untuk tidak memberi ruang-ruang usaha bagi warga tapi katong hanya tahu minta alias tada tangan saja. Ini yang bikin kepala desa dapa tangkap banya. Abis magei, seng kasih dibilang skakar, kalau kasih ancaman penjara. Jadi, mari saling mendukung dan spekat untuk lebih maju dengan berusaha lebih kreatif lagi.

Terakhir, yang KeempatKepala Desa diminta mengalokasikan dana desa Rp 50 juta sampai Rp 100 juta untuk membuat lapangan olahraga desa. Lapangan olahraga desa tersebut diharapkan adanya aktivitas positif bagi anak muda desa. Dalam penafsiran beta, bukan hanya lapangan tapi ruang publik berupa sport center alias pusat olahraga. Nampaknya sepele, tapi salah satu indikator kebahagian warga adalah tersedianya ruang publik sebagai arena pertukaran informasi dan komunikasi satu dengan lainnya.

Sebentar, masih pada kuat baca ka seng ini? Lanjut e… Sekarang, katong bahas masalah-masalah dana desa. Permasalahan dana desa yang paling sering muncul adalah:

PertamaAdanya penggelembungan honorarium sejumlah pejabat pemerintah desa. Jadi, penggelembungan ini seng hanya terjadi pada surat suara pemilu saja, tapi gaji lai menggelembung.

KeduaTindakan korupsi yang hampir sama juga kadang dilakukan dengan membuat agenda perjalanan fiktif bagi seluruh pihak pemerintah desa. 

KeempatMelakukan peminjaman uang di desa. Masalahnya, pinjaman uang itu tidak dikembalikan. Ini bahaya, bahasa lainnya pancuri tapi bilang pinjam.

KelimaMenyogok pendamping desa atau polisi. Terlebih lagi, Polri sudah dilibatkan dalam pengawasan dana desa yang berlaku sejak melakukan penandatangan Nota Kesepemahaman dengan Kementerian Desa, 20 Oktober lalu. 

KeenamMembuat LPJ fiktif. Bahasa lainnya, sudah tidak melakukan perubahan dengan dana desa, malah sibuk bikin laporan pertanggungjawaban fiktif yang itu pun anggarannya tidak sedikit. Kalau seng salah, data 2017 yang beta baca dari majalah Gatra bahwa korupsi akibat pembengkakan anggaran LPJ seluruh desa di Indonesia bisa tembus 10 milyar lebih. Wow, fantastik.

Meskipun begitu, sebenarnya ada kendala besar lainnya seperti, rendahnya realisasi anggaran tersendat dari pusat ke daerah hingga ke desa disebabkan pemerintah daerah yang masih fokus pada upaya penyaluran Tahap I sebesar 20 persen dari RKUD ke Rekening Kas Desa (RKD). Hal itu membuat penyaluran Tahap II sebesar 40 persen jadi terlambat. Selain itu, ada juga yang sengaja bendahara dong tahang dana desa lama-lama di kas daerah dan bahkan pencairannya pun mungkin ada sedikit uang terimakasih. Budaya uang terimakasih ini yang biking pejabat daerah dong korupsi banya. Mari katong ubah perilaku kerja kita dengan bekerja sesuai tupoksi dan tidak meminta imbalan lain di luar hak kita. Bisa? Bisa aja kalau punya niatan baik untuk berubah.

Terakhir paskali ini… Nampaknya, yang paling kurang dari kita sekarang, bukanlah anggaran pembangunan, bukan pula tenaga kerja maupun tenaga ahli, melainkan KEKURANGAN ITIKAD BAIK.

Memang, benar adanya kalau kita di Kab. Seram Bagian Timur, Maluku, masih banyak kekurangan. Tapi, coba lihat ke dalam diri kita sendiri untuk mengintrospeksi cara kita mengelola daerah; mulai dari tata kelola pemeritahan, pemberdayaan tenaga kerja, pengelolaan keuangan daerah juga dana desa, hingga upaya meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Sudahkah kita seriusi semua itu? Adakah niatan baik kita untuk tulus ikhlas membangun tanpa silau dengan kemilau rupiah yang datang ke meja kerja kita? Tergodakah atau konsisten kita menjaga amanah rakyat? Mari jawab semua itu dengan akal sehat dan hati nurani. (SR)