Selembar daun tua nampak lunglai. Ia terkapar kehabisan tenaga, seperti akan tercerabut dari sepotong ranting yang digelayutinya sejak hijau dulu. Keriput epidermis dan warna yang berganti kecoklatan, menunjukkan usia sebenarnya; sudah tak memungkinkan lagi baginya menjadi bagian dari kelompok fotosintesis dedaunan muda.

Lemas sudah, pasrah, kini ia menunggu angin membawa ajalnya. Satu dua kibasan, bergoyang batang daunnya pelan, lalu empasan ketiga membuat daun tua itu terkoyak. Terombang-ambinglah dirinya yang sendiri, ke depan, ke belakang, terhuyung ke kiri, lalu ke kanan mengikuti arus angin. Ia pasrah. Sembari menikmati kejatuhannya, daun tua itu sempat mengulang memori baktinya pada sang pohon yang masih tegak menjulang. 

Napasnya telah tersengal, tertahan satu-satu, dan mulai melemah. Semakin ke bawah, sisa-sisa cadangan oksigennya kian menipis. Yang ia rasakan kini, tarikan paksa gravitasi mengempaskannya ke bumi. Dan tatkala hampir menyentuh permukaan, daun tua itu menyadari; dari tanah, akhirnya kembali ke tanah.  #ceritamini #shulhanrumaru




Baca Selengkapnya >>>