Kini rindu menjadi komoditas dalam bentuk narasi-narasi yang dipajang di etalase media sosial. Semua orang hanya butuh menunduk, memilah beberapa kata di antara tombol-tombol perangkat canggih mereka, lalu menjualnya dalam sekali tekan.

Pujangga sekarang  tak lagi pandai membaca puisi sebab rimanya telah digantikan emoticon dan bait-baitnya hanya 140 karakter yang berulang-ulang.

Mungkin saja, para jujaro masa kini lebih senang digumuli teks, ketimbang pita suara yang gombal. Duh, rindu masa kini seakan hanya teks dan gambar. Suara dan cumbu di telinga tak lagi menggelikan,  seperti masa dimana kita hanya hidup dalam narasi, dan mati saat suara mengumbar kesaksian terakhir.

Ah, ini seperti bunga yang menunggu serbuk sari dari ladang sebelah. Mereka tak berteriak, tapi menunggu angin membawanya bersama senyap.

Akankah aku membeli rindu yang dijual lewat narasi-narasi itu? Mungkin saja. Pasar sudah direkayasa bagi semua orang tuk menjajakan rindu lewat teks. (Shulhan R)
Baca Selengkapnya >>>
0 komentar

Sujudku transaksional
Sebab hanya kalau ada maunya
Sedikit mensejajarkan jidat dan hidung di atas sajadah
Lalu aku meminta sebanyak-banyaknya

Sujudku gratifikasi
Bermodal seonggok ketaatan yang sumir
Aku merengek meminta garis takdir yang baru
Tanpa mau berpayah-payah lebih dahulu
Simsalabim, kuingin prerogatifMu memihakku

Oh, Tuhan...
Sujudku pura-pura
Berlagak patuh supaya diupahi pujian
Padahal tak sedikitpun sujud itu bernilai ibadah. (Shulhan R)
Baca Selengkapnya >>>
0 komentar

Alkisah, di negeri gurun nun jauh di tanah Arab sana, hidup seorang sufi bernama Mullah yang kerap mengembara, masuk-keluar masjid dari satu kampung ke kampung lain demi menyiarkan Islam.

Suatu kali, di sebuah masjid yang baru didatanginya, ia nampak terburu-buru tuk menunaikan sholat berjamaah. Nahas baginya, usai sholat, ia mendapati keledainya hilang entah ke mana. Bukannya panik, sang Sufi malah berkata:

"Ya Allah, terimakasih Engkau telah menghilangkan keledaiku."

Sontak orang-orang yang mendengar ucapannya, terkaget-kaget, lantas bertanya, "Kenapa Anda bersyukur?

"Ya, karena keledai itu hilang saat saya tidak sedang menungganginya. Kalau tidak, saya bisa hilang bersama keledai itu." Jawabnya ringan. #CeritaSufi (Shulhan R)

*Mengelola kehilangan menjadi rasa syukur.

Baca Selengkapnya >>>
0 komentar